Kebanyakan dari mereka menghabiskan liburan akhir tahun untuk liburan ketempat wisata. sebenarnya aku sudah berencana untuk liburan ke Bromo. Pagi-pagi buta berkejaran dengan fajar, menaiki penanjakan, berperang dengan kantuk dan rasa dingin agar bisa menikmati sunrise bromo yang cantik mendunia itu. lalu bermain dilautan pasir. hingga hari ini, Bromo masih jadi mimpi bagiku.
Tapi akhirnya aku memutuskan untuk pulang kerumah. aku kangen rumah, kangen masakan mama, kangen dengan kota dimana aku dibesarkan.
Bahagia itu adalah setelah hampir tiga bulan tidak pulang kerumah, lalu mengobrol dengan mama di meja makan sambil menikmati secangkir lemon tea hangat dan pisang goreng di sore yang hujan. I am home. bagi mereka yang bekerja jauh dari rumah dan bisa pulang menikmati kehangatan rumah, melupakan sejenak rutinitas kantor yang menjenuhkan, yang tidak hanya menguras pikiran tapi emosi juga adalah sebuah kebahagian yang tak bisa digambarkan. rinduku terobati.
"Jingga...", suara lembut mama memanggil namaku. Mataku tertuju padanya. sejenak hening.
"Kapan kamu mau nikah?, umurmu sudah 28 tahun nak. Mamamu ini sudah tua, mama ingin melihat kamu menikah, menggendong anakmu."
"Abdillah sudah menikah mama"
Hujan sore ini membawa kembali cerita lama yang enggan aku kenang. hening... yang terdengar rintik-rintik hujan yang berjatuhan diatap rumah.
"Kapan kamu mau nikah?, umurmu sudah 28 tahun nak. Mamamu ini sudah tua, mama ingin melihat kamu menikah, menggendong anakmu."
"Lelaki seperti apa yang kamu cari nak? ", tanya mama. Mataku terasa perih, panas dan berkaca-kaca. dadaku terasa sesak. "Setiap yang datang kemari, kamu tak menanggapi"
"Abdi, Mama paling suka dengan dia. Walaupun kamu lagi gak ada di Palembang, dia suka main kesini. Anaknya baik, ramah, perhatian, tinggal dan kerja di Palembang juga jadi kamu bisa pindah ke Palembang, dekat dengan Mama nak. dia juga dekat dengan sahabat-sahabat kamu kan?""Abdillah sudah menikah mama"
Hujan sore ini membawa kembali cerita lama yang enggan aku kenang. hening... yang terdengar rintik-rintik hujan yang berjatuhan diatap rumah.
"Ma, boleh jingga tidak menikah?", seketika air mata menetes.
"Astaghfirullah... istighfar jingga!!", mama memegang kedua lenganku erat, aku cuma diam "ngomong apa kamu nak?"
"Jingga boleh untuk gak menikah. .", aku sudah tidak bisa menghadang lajunya air mata.
"Jingga juga mau menikah. Tapi jingga terlalu tidak percaya diri ma.
"apa maksud kamu jingga?", mama gak ngerti.
aku mengambil tangan kanan mama, mengarahkan tangan kanannya kedadaku, meletakkan telapak tangan mama tepat didada sebelah kanan. Mama terperangah, kembali mama merabah dada kanan ku, lalu tangan kirinya di dada kiriku. berbeda...
"Maaf ma... berat banget semua ini buat jingga. Maaf... kalo jingga terlalu lama menutupi hal ini. mungkin sekarang mama harus tahu. Ma... Jingga kena kanker payudara.", akhirnya aku mampu mengucapkannya.
Mama memelukku erat dan menangis. hujan semakin deras.... lirih" sejak kapan nak?",
"1 tahun yang lalu ma, itu alasan terbesar kenapa aku bersikap dingin pada Abdillah. Aku tahu dia lelaki yang baik, bagaimana dia bersikap kepada mama dan sahabat-sahabatku. Jingga terlalu angkuh, kalo harus mengakui kekurangan itu kepada dia. Tadinya Jingga memilih untuk menceritakan kepadanya. tapi jingga terlambat ma. dia telah melamar perempuan lain. Tapi mungkin itu telah menjadi rencana Allah ma, kalau saat itu masih ada kesempatan untuk mengutarakan semuanya. Apakah mungkin abdillah menerima jingga atau bisa jadi dia mencampakkan jingga. Ma, Jingga juga ingin menikah, ada seseorang tempat berbagi. tapi, jingga belum yakin bahwa akan ada pria yang mau menerima jingga apa adanya. tapi kita gak pernah tahu takdir Allah. Apakah jingga berjodoh didunia ini. karena yang pasti takdir seseorang itu adalah kematian.",
aku sudah mampu mengendalikan diri, menceritakan ini lebih mudah bagiku daripada mendengar pertama kali diagnosa dokter. Terlebih lagi ketika aku memutuskan untuk melakukan breast conserving. Tapi melihat mama menangis, sungguh gak sanggup. aku peluk erat mama erat. "Ma... percaya jingga. jingga akan baik-baik saja."
sedih...
BalasHapus