20 Jun 2013

Dalam Samudraku (Dongeng seorang ayah dan ibu)

Dalam samudraku, Jika kamu telahmenaklukkan dunia dan akhiratmu, mereka berdua bagaikan dua kakimu yang kiri dan kanan, bagaikan ketika kamu berjalan tanpa melihat kakimu, bagaikan mengendarai motor, bagaikan mengendarai mobil, mengendarai kapal, mengendarai pesawat, mengendarai helikopter, kamu tidak lagi melihat kaki tapi otomatis dia akan menyertaimu, mendukungmu sepenuh hati dan tanpa pamrih dan mereka berdua akan mengucapkan terimakasih telah meniadakan diri mereka, dia menaikan gigi, menurunkan gigi dan yang satu menekan rem, menekan gas atau mengoes pedal sepeda ketika kamu mengendarainya,bagaikan bersila kamu sembunyikan kakimu, bagaikan duduk dan sujud dalam sholatmu, bagai wanita yang menutup aurat kakinya ketika sholat, bagaikan duduk wukuf jam 12 siang di padang arafah, sekali lagi tanpa kamu melihat kaki itu, karena kemanapun kamu menghadap disitu wajah-Nya yang lain binasa termasuk kau tak melihat dirimu sendiri , kamu akan melihat didalamnya pesan dan perintah-Nya yang melampaui ilmu pengetahuanmu yang bergelar profesor, seperti Khidir melakukan perintah-Nya diluar kehendaknya terlebih pengetahuan Musa, itulah kenapa Rasulullah mampu menerima ‘kenyataan’ apapun semasa hidupnya.
Kamu makhluk dunia namun disisi lain kamu di ‘counter attack’ bahwa kamu mahkluk akhirat, bukankah itu suatu yang berbeda?, suatu yang berpasangan?, suatu yang berlawanan?, suatu yang bertolak belakang? Jawabanya hanya ada setiap samudramu!. Dalam samudraku, kamu akan menemukan titik temu/sintesis dari yang berbeda, dari yang berpasangan, dari yang berlawanan, dari yang bertolak belakang itu, adalah ‘CINTA yang disadari’ bahwa kemanapun kamu menghadap disitu wajah-Nya yang lain binasa, bukan wajah dunia dan wajah akhirat tapi hanya wajah-Nya.
Dahulu kala samudraku sempit, yang kudapatkan perbedaan itu menyakitkan, menderitakan, menyusahkan, diperdebatkan, dipertentangkan, dipeributkan, dipermalukan, dihinakan, disombongkan, didengkikan, didendamkan, diujubkan, dipamerkan, dipisahkan, diprovokasikan, diburuksangkakan, dicuekin, disanjung-sanjung, dan dituhankan, dan lain-lain di ini dan di itukan, alias “CINTA yang belum disadari”.
Dalam samudraku, dijahanam kamu bisa menikmati apel, di taman firdaus apelmu bisa membusuk dan kamu akan melihat ada ‘anjing’ disana, ini dalam samudraku bukan di samudramu, yang semuanya akan bermuara pada yang maha samudra.
Dalam samudraku, ini adalah dongeng seorang ayah dan ibu kepada anaknya bahwa telah ‘banyak budak melahirkan tuannya’. Selami saja samudramu anakku!, kamu akan berjumpa dengan-Nya. Dan bukankah kamu mengharapkanya, walau tanpa kamu harapkan, “Semua akan pulang”! ingatlah anakku, dikala kamu bersin, apa yang kamu ucapkan, segala puji bagi Dia tuhan semesta alam, maka tiada tersisa pujian bagimu, karena yang maha memuji, maha dipuji dan maha puji-pujian hanyalah DIA, sedang kamu! Silahkan pulangkan saja amanah yang dititipkan kepadamu, didalam dirimu ada ‘sesuatu’ yang tidak diciptakan yaitu RUH-NYA yang mesti kamu pulangkan. Wahai anakku, agama itu masuk akal namun hasilnya sesuatu yang tidak masuk akal yaitu “iman”.

Repost from Unknown

0 komentar:

Posting Komentar