Dalam
samudraku, Jika kamu telah ‘menaklukkan’ dunia dan akhiratmu, mereka berdua
bagaikan dua kakimu yang kiri dan kanan, bagaikan ketika kamu berjalan tanpa
melihat kakimu, bagaikan mengendarai motor, bagaikan mengendarai mobil, mengendarai kapal, mengendarai pesawat, mengendarai
helikopter, kamu tidak lagi melihat kaki tapi otomatis dia akan menyertaimu,
mendukungmu sepenuh hati dan tanpa pamrih dan mereka berdua akan mengucapkan
terimakasih telah meniadakan diri mereka, dia menaikan gigi, menurunkan gigi
dan yang satu menekan rem, menekan gas atau mengoes pedal sepeda ketika kamu
mengendarainya,bagaikan bersila kamu sembunyikan kakimu, bagaikan duduk dan
sujud dalam sholatmu, bagai wanita yang menutup aurat kakinya ketika sholat,
bagaikan duduk wukuf jam 12 siang di padang arafah, sekali lagi tanpa kamu
melihat kaki itu, karena kemanapun kamu menghadap disitu wajah-Nya yang lain
binasa termasuk kau tak melihat dirimu sendiri , kamu akan melihat didalamnya
pesan dan perintah-Nya yang melampaui ilmu pengetahuanmu yang bergelar
profesor, seperti Khidir melakukan perintah-Nya diluar kehendaknya terlebih
pengetahuan Musa, itulah kenapa Rasulullah mampu menerima ‘kenyataan’ apapun
semasa hidupnya.
Kamu
makhluk dunia namun disisi lain kamu di ‘counter
attack’ bahwa kamu mahkluk akhirat, bukankah itu suatu yang berbeda?, suatu
yang berpasangan?, suatu yang berlawanan?, suatu yang bertolak belakang?
Jawabanya hanya ada setiap samudramu!. Dalam samudraku, kamu akan menemukan
titik temu/sintesis dari yang berbeda, dari yang berpasangan, dari yang
berlawanan, dari yang bertolak belakang itu, adalah ‘CINTA yang disadari’ bahwa
kemanapun kamu menghadap disitu wajah-Nya yang lain binasa, bukan wajah dunia
dan wajah akhirat tapi hanya wajah-Nya.
Dahulu
kala samudraku sempit, yang kudapatkan perbedaan itu menyakitkan, menderitakan, menyusahkan, diperdebatkan,
dipertentangkan, dipeributkan, dipermalukan, dihinakan, disombongkan,
didengkikan, didendamkan, diujubkan, dipamerkan, dipisahkan, diprovokasikan,
diburuksangkakan, dicuekin, disanjung-sanjung, dan dituhankan, dan lain-lain di
ini dan di itukan, alias “CINTA yang belum disadari”.
Dalam samudraku, dijahanam kamu bisa menikmati apel, di taman firdaus apelmu
bisa membusuk dan kamu akan melihat ada ‘anjing’ disana, ini dalam samudraku
bukan di samudramu, yang semuanya akan bermuara pada yang maha samudra.
Dalam samudraku, ini adalah dongeng seorang ayah dan ibu kepada anaknya bahwa
telah ‘banyak budak melahirkan tuannya’. Selami
saja samudramu anakku!, kamu akan berjumpa dengan-Nya. Dan bukankah kamu
mengharapkanya, walau tanpa kamu harapkan, “Semua akan pulang”! ingatlah
anakku, dikala kamu bersin, apa yang kamu ucapkan, segala puji bagi Dia tuhan
semesta alam, maka tiada tersisa pujian bagimu, karena yang maha memuji, maha
dipuji dan maha puji-pujian hanyalah DIA, sedang kamu! Silahkan pulangkan saja
amanah yang dititipkan kepadamu, didalam dirimu ada ‘sesuatu’ yang tidak
diciptakan yaitu RUH-NYA yang mesti kamu pulangkan. Wahai anakku, agama itu
masuk akal namun hasilnya sesuatu yang tidak masuk akal yaitu “iman”.
Repost from Unknown
0 komentar:
Posting Komentar