11 Sep 2015

Dieng, Negeri Para Dewa

Welcome to Dieng
Bisa menikmati banyak pemandangan indah dalam satu hari, Dataran Dieng tempatnya. Jumat, jam enam pagi, saya sudah nongkrong di stasiun UI. Bersama teman kuliah, Poetri dan Darma, kami akan pergi liburan ke Dieng. Perjalanan ke Dieng akan cukup melelahkan karena kami bakalan estapet. Dari stasiun senin naik kereta ke Purwokerto, lalu naik bus ke wonosobo dan terakhir dilanjutkan naik bus lagi ke Dieng. Di stasiun senin, Ima temannya Poetri sudah menunggu untuk ikut liburan bareng. Perjalanan empat gadis berhijab ke Dieng di mulai hari ini. 
Jam 8.10 WIB, Kereta sawunggalih yang kami tumpangi melaju meninggalkan Jakarta. Mengobrol, Makan, membaca novel, main gadget dan tidur itu yang kami lakukan selama di kereta. Pukul 13. 30, kereta kami tiba di Stasiun Purwokerto. waktu turun kereta, saya sangat menikmati suasana stasiun ini seperti tempo dulu. Sebelum ke terminal purwokerto, kami sholat zuhur dulu di mushola yang ada di stasiun Purwokerto. setelah selesai sholat, waktu keluar stasiun Purwokerto. Rika, teman satu angkatan kerja sudah menunggu diluar stasiun. Sebelumnya, saya sudah menghubungi rika waktu dalam Perjalanan kereta menuju Purwokerto. saya sudah lama tidak bertemunya, terakhir waktu Prajabatan PNS tahun 2009. Kami melepas rindu, mengobrol sambil makan siang di restoran dekat stasiun Purwokerto. Namun sayang, Obrolan saya dengan Rika gak bisa lama. kami harus melanjutkan perjalanan ke Wonosobo, karena Bus terakhir ke Wonosobo dari terminal purwokerto jam 3 sore. Untuk menghemat waktu, kami menggunakan jasa taksi untuk menuju terminal purwokerto dengan biaya lebih kurang Rp. 40.000,-. Alhamdulillah, Bus terakhir ke wonosobo belum berangkat. Tidak lama menunggu, Bus yang kami tumpangi pun melaju dengan membayar ongkos Rp. 30.000,-/orang. Menurut teman Poetri yang pernah melakukan perjalanan purwokerto-wonosobo waktu yang dibutuhkan sekitar 3 jam. Namun ternyata, hal itu meleset dari perkiraan. Mungkin karena bus ekonomi yang kami tumpangi jalannya pelan dan sering berhenti untuk menaiki atau menurunkan penumpang...entahlah. Hasilnya, kami sampai kawasan alun-alun wonosobo pukul 19.30 WIB dan ternyata sudah tidak ada lagi bus yang menuju ke Dieng. Orang-orang disana menawarkan kami untuk naik travel saja. argh... ongkosnya lebih mahal berlipat-lipat. lelah mengeliling alun-alun wonosobo, Kami melihat sebuah mini bus, lalu bertanya apakah bus itu akan ke Dieng. ternyata itu bus cateran ibu-ibu pengajian yang akan pulang ke Dieng. argh.... hilang rasa malu, kami beranikan diri bertanya ketua rombongannya, apakah bisa menumpang bus tersebut. Alhamdulillah, mereka mengizinkan. Jam 20.30, Bus yang kami tumpangi berhenti di penginapan Bu Djono yang telah kami booking beberapa yang lalu dengan membayar ongkos Rp. 20.000,- /orang. 
Udara dingin dataran tinggi sudah terasa, Kami disambut hangat di Penginapan Bu Djono. Kami memesan kamar dengan tarif Rp. 200.000/malam dan itu sudah termasuk extra bed dan kamar mandi yang ada fasilitas air panasnya. kamar yang kami pesan cukup luas. Menurutku, kamar ini bisa menampung 6 orang bahkan lebih. Setelah mandi, kami berburu  makan malam. tadinya mau pesan di tempat penginapan. ternyata jam 10, kantinnya sudah tutup. kami pun beranjak ke tempat makan di belakang penginapan. Kalo perjalanan begini, saya lebih memilih makanan yang rasanya udah pasti-pasti aja dan gak bakalan bikin kecewa lidah. Udara malam yang dingin begini membuat kami memutuskan untuk memesan Indomie rebus pake telor dan segelas teh hangat. Suprising, 1 porsi mie rebus disini banyak banget menurutku dan yang lain juga. porsinya gak kayak mie rebus telor yang biasa saya masak dikost atau rumah, pokoknya lebih banyak. kami cuma bayar Rp. 11.000,-/orang untuk mie rebus telor dan es tehnya. 
Setelah kenyang, kami menikmati suasana malam kota Dieng. Berfoto di Monumen selamat datang Dieng. Dinginnya udara dan mengingat pagi buta, kami harus bangun untuk memulai perjalanan keliling Dieng, kami memutuskan untuk pulang ke penginapan. Untuk keliling temapat-tempat wisata Dieng, kami menyewa mobil + sopir dengan tarif Rp.500.000/; hari yang tersedia di penginapan. 
Jam 4 pagi, kami sudah bangun. Dinginnya udara dieng, bikin gak ada satupun dari kami yang mandi. hanya gosok gigi dan cuci muka saja. waktu keluar penginapan dan melihat termometer yang terpasang dekat pos pendakian gunung prau, suhu udara berada pada 5 derajat celcius. jaket tebal,kaos kaki dan sarung tangan masih tidak dapat menghalau rasa dingin yang merasuk hingga ke kulit. 
sunrise di bukit sikunir
Tujuan pertama kami adalah menikmati sunrise di Bukit sikunir. adzan subuh berkumandang, ketika kami sampai dikawasan bukit sikunir. untuk masuk ke kawasan ini dikenakan biaya Rp. 5.000,-. Sebelum naik ke puncak bukit sikunir, kami sholat subuh dulu. saat melepas sarung tangan, waktu ingin ambil air wudhu. dinginnn banget. apalagi waktu menyentuh air, berasa memegang es batu. seketika tangan saya beku dan gigi saya bergemerutup.
Karena langit masih gelap, saat kami mendaki bukit sikunir. kami menggunakan penerangan dengan menggunakan senter dari hp. sayang banget headlamp saya ketinggalan di penginapan. Musim kemarau panjang membuat rute pendakian berdebu tebal. Untuk sampai ke puncak sikunir, waktu yang dibutuhkan sekitar 20-30 menit dengan track pendakian yang lumayan bikin ngos-ngosan. sampai di puncak bukit sikunir, sudah penuh dengan pendaki yang juga ingin menikmati sunrise. udah gak dapat spot yang bagus lagi. sekali-kali semburat jingga berbaur dengan kabut awan menyelimuti gunung (gak tau gunung apaan). para pengejar matahari sudah siap dengan kamera masing-masing siap mengabadikan sunrise pagi ini. tak lama, Sang surya perlahan malu-malu keluar dari peraduannya. argh,... indah banget, saya gak bisa mendeskripsikan keindahannya dengan kata-kata. sunrise yang paling indah yang pernah saya lihat. cahaya jingga memancar perlahan hitam berubah putih. 


Sikidang
Tempat wisata selanjutnya yang dikunjungi yanitu Kawah Sikidang. Masuk ke kawasan wisata ini gratis, lumayan ngurangi pengeluaran. Aroma belerang begitu menyengat disini. kalo gak tahan bisa pake masker. tenang aja, disini banyak yang menjajakan masker. Selain itu, kalian yang suka dengan edelwies bisa beli disini. Edelwies yang dijajakan sudah dirangkai dan diwarnai dengan harga berkisar 30 s.d 50 ribu rupiah. 
Edelweis
Kawah Sikidang
Asap dari kawah sikidang berpadu dengan langit biru memberi pesona tersendiri pada tempat wisata ini. Sinar mentari mememendar membuat bukit-bukit di sekitar kawah sikidang berkilauan. argh... jadi ingat lukisan pemandangan yang sering aku gambar waktu SD. Pemandangan gunung dengan matahari yang besar diatasnya. serupa tapi ini begitu indah.
Pemandangan dari Kawah Sikidang

Jam 7 pagi, Dieng sudah sangat terang. puas menikmati sunrise di bukit Sikunir, Perjalanan dilanjutkan ke Batu ratapan angin. Kata Pak kelik, sopir yang mengantar kami, jam segini paling enak menikmati kawasan batu ratapan angin karena matahari belum begitu terik. sebelum sampai di kawasan tersebut, kami singgah ke candi Bima. jeprat-jepret, foto-foto, gak ada yang lain... hehehe    

Candi Bima

Menikmati Telaga warna dari Batu ratapan angin
Untuk menikmati keindahan alam Dieng emang butuh tenaga ekstra. Dari kawasan batu ratapan angin, kita bisa menikmati telaga warna dari atas bukit. setelah tadi pagi mendaki bukit, kami harus mendaki lagi untuk sampai di spot yang bagus untuk bisa menikmati keindahan telaga warna dan pemandangan disekitarnya. tapi dengan pemandangan yang saya lihat, rasa lelah terbayarkan. menikmati pemandangan dari atas bukit itu memiliki kepuasan dan sensasi tersendiri.  saya rasanya ingin naik ke bagian puncak yang lebih tinggi, tapi teman-teman yang lain sudah lelah dan merasa cukup dengan menikmati pemandangan dari situ saja. Duduk diam menikmati pemandangan ini, sesekali angin dingin bertiup lembut berasa damai. betah berlama-lama disini karena suasanya tenang gak kayak di Bukit sikunir yang rame banget. Pak kelik emang milihin kita spot yang jarang dikunjungi orang. serasa bukit itu milik kita... hehehe. Aku sih gak sempat nanya sama pak kelik kenapa tempat ini dinamai batu ratapan angin. terlalu terpesona dengan keindahannya
Batu ratapan angin
Telaga warna dari atas batu ratapan angin
Masih di kawasan ini, selanjutnya kami menonton tentang sejarah dataran Dieng di Dieng Plateu Theater. tarif nonton di Dieng Plateu Theater dikenakan Rp. 5.000,-/perorang. Kami membeli jamur crispy dan kentang goreng untuk cemilan nonton. jamur crispy dan kentang gorengnya enak banget, bikin nagih. 

Dieng Plateu Theater
  
Jam 10 pagi, Pak kelik mengajak kami kembali ke Penginapan untuk sarapan dan bersih-bersih. tadinya, kami sedikit ragu takut nanti gak sempat ke tempat wisata yang lainnya. tapi, Pak kelik menyakinkan bahwa kami akan bisa mengunjung tempat wisata yang lainnya.  Setelah mandi dan istirahat sejenak menghilangkan lelah mendaki bukit. Kami makan. Kami kembali ke tempat makan yang semalam. saya suka karena tempatnya bersih. Kali ini, saya dan darma buat join makanan. kita memilih mie ongklok dan nasi goreng. Kita penasaran banget dengan rasanya.  
Mie Ongklok
Habis zuhur, perjalanan keliling Dieng dilanjutkan. Namun Pak Kelik tidak menemani kami, diganti dengan sopir yang lain.  Kami Mengunjungi sumur jalatunda. Lagi-lagi kami mesti naik tangga. Sumur jalatunda itu besar dengan warna coklat. saya sih gak terlalu tertarik ngelihatnya. karena musim kemarau, airnya surut. namun, penjaganya bilang kalo musim hujan. warna air sumurnya bisa berubah-ubah. Selain itu terdapat mitos,kalo sumur ini berhubungan dengan pantai laut selatan. 
Setelah itu, kami diajakin muter-muter ke danau Merdada. sayang karena kemarau, airnya jadi surut gitu. oh yah, pak sopirnya bilang kalo disini ada perkebunan wasabinya.

Museum Dieng Kailasa
Menikmati keindahan Dieng, tambah seru dengan mengunjungi museum Dieng Kailasa. Di museum ini, kami melihat artefak-artefak kuno tentang dieng. untuk masuk ke museum ini dikenakan tarif Rp. 5.000,-
kalo di batu ratapan angin, kami melihat telaga warna dari atas. Nah, perjalanan selanjutnya, menikmati telaga warna dari dekat. kami masuk ke kawasan telaga warna dengan tarif Rp. 5.000,-. Warna Biru dan hijau berpadu membuat telaga ini begitu indah. 

Telaga warna
 


hari mulai sore, matahari sudah tak begitu terik. Tujuan wisata terakhir kami yaitu kawasan Candi Arjuna. saat kesana, candi arjuna sedang mengalami pemugaran. untuk masuk ke kawasan ini dikenakan biaya Rp. 15.000,-/ orang
Candi Arjuna
 

 


Puas menikmati dan duduk santai di kawasan Candi Arjuna. Kami pulang ke Penginapan sebelum magrib datang. Sudah senang-senang, kegalauan pun melanda kami. Mengingat jadwal kereta purwokerto- stasiun yang kami beli itu pukul 9 pagi. kalo, kami baru berangkat subuh tidak akan terburu. lagian juga tidak ada transportasi waktu jam segitu. akhirnya, kami memutuskan untuk pulang malam ini juga dengan bus terakhir ke wonosobo jam 7 malam. Habis magrib, kami bersiap-siap. Alhamdulillah, kami bertemu dengan mba yang baik banget (maaf... aku lupa namanya). setelah sampai di wonosobo, dia berkenan mengantar kami hingga ke daerah tempat bus ke purwokerto mangkal. Kami fikir akan sampai di purwokerto dini hari hingga tak begitu lama bermalam di stasiun. namun, kami salah. ternyata saat malam, perjalanan bus jadi lebih cepat. belum jam 12 malam, kami sudah ada di stasiun purwokerto. saya pikir boleh langsung masuk ke dalam stasiun, seperti kalo di bandara. ternyata gak bisa. kita jadinya nunggu di ruang tunggu luar dan untuk pertama kalinya, saya bermalam di stasiun, begitupun teman-teman yang lain. Jadi punya pengalaman, not bad lah. 
pagi menjelang... kami diperbolehkan masuk kedalam stasiun jam 8 pagi. bergegas kami membersihkan diri, cuci muka, gosok gigi dan mengganti baju. 
Jam 9. 10 WIB, kereta pun melaju menuju Jakarta.

Perjalanan yang menyenangkan, penuh pengalaman baru. saya ingin kembali lagi ke Dieng dengan pengalaman yang berbeda yaitu menaiki gunung prau. 




















17 Agu 2015

Papandayan : Pendakian Pertama


Apa hal pertama yang terfikirkan ketika mendengar kalimat "Mendaki Gunung"? Bagi mereka yang belum pernah melakukan aktifitas ini atau tidak tertarik, itu mungkin hal yang melelahkan. Tapi bagi saya, mendaki gunung hal yang sangat menarik. hal yang saya impikan semenjak saya remaja. Tapi jangankan merealisasikannya, untuk mengutarakan keinginan itu ke orang tua saja gak berani karena mendaki gunung itu sering dikaitkan dengan hal yang mengerikan. tapi karena sekarang sudah dewasa, sudah bisa menghasilkan uang sendiri, sudah bisa mengambil keputusan akan diri sendiri maka saya bisa mewujudkannya.
Keinginan saya mendaki gunung akhirnya terwujud. bermula dari teman liqo di Depok yaitu Rina yang hobi naik gunung. Keren aja kalo akhwat hobinya naik gunung. Walau murobbi kita udah ngelarang dia buat ngelakuin hobi dia yang satu itu, tapi tetap aja dijalaninnya diam-diam. jangan dicontoh yah. Umi bilang bakal diizinin kalo mau mendaki gunung sama mahram. Jiah... kalo udah punya mahram belum tentu yah diizinin daki gunung. 
Balik lagi ke Rina, nah karena kita sering nanya kapan nih bisa daki gunung bareng. ceritanya taddabur alam gitu. jadi deh dia nawarin kita untuk daki gunung pada tanggal 15 agustus 2015. Gunung yang dipilih yaitu Gunung Papandayan karena cocok bagi pemula. tracknya juga gak ekstrim banget. Maklum lah yang ikut pada pemula. 
Daki gunung itu bukan kayak pergi ke Pantai. yah persiapannya harus lebih banyak lah yah, terutama fisik nih, apalagi sebagai pemula. So, berikut nih yang mesti dipersiapkan ketika mau mendaki gunung :
  1. Jogging : kalo yang udah rutin olahraga ma gak papa. tapi kalo yang jarang olahraga lebih baik mulai jogging dari 2 minggu sebelum keberangkatan. Tapi karena fixnya rencana daki gunung ini 1 minggu sebelum hari H. jadi saya cuma jogging 1 kali doank, trus renang 1 kali. oh yah... saya udah lama gak olah raga. liburan puasa dan lebaran bikin malas olah raga.. hehehe.
  2. Peralatan dan perlengkapan daki gunung yang mesti dibawa :
  • Carrier / day pack
  • Sleeping bag
  • Matras
  • Sepatu/sandal gunung. Kemarin aku prefer buat pake sepatu gunung.
  • Head Lamp
  • Pakaian ganti. Karena kalo daki gunung pas musim kemarau bakal berdebu banget tracknya. aya sih bawa 1 stell pakaian untuk tidur dan pakaian untuk pulang. Saran sih karena bakal dingin banget, bawa pakaian yang tebal. Jangan lupa bawa pakaian dalam juga.
  • Jacket tebal
  • Kaos kaki tebal. waktu di papandayan, aku sampe pake 2 lapis kaos kaki tebal karena dingin banget.
  • Sarung tangan
  • Masker. Bau belerang dan debu yang tebal bikin kalian wajib banget bawa ini. kalo bisa bawa lebih dari 1. 
  • obat-obatan pribadi.
  • Peralatan mandi. di papandayan ada toilet dan kamar mandi. jadi kalian bisa bersih-bersih atau mandi disana. tapi kalo aku kemarin sih cuma cuci muka dan gosok gigi lagi karena dingiiiiiiiiinnnn bangettttttttttt. 
  • Trash bag/ Kantong plastik. kalo kalian udah menasbihkan diri jadi pendaki gunung mesti cinta alam, jangan  buang sampah sembarangan. jadi sampahnya dibawa turun juga dan buang ditemapat yang telah ditentukan.
  • cemilan kayak coklat, kurma atau madu. gunanya buat nambah energi waktu ngedaki. 
  • Tenda, logistik, peralatan memasak. Kenapa saya merahin, kalo ikutan trip, kalian gak perlu bawa ini, karena guidenya bakal nyediaan, kita gak perlu repot masak, guidenya yg bakal masak untuk makan selama trip. klo kemarin sih saya pergi ikutan trip teman itu dengan biaya Rp. 500rb (transport, makan, guide). Tapi saya bakal infoin rincian biaya transport ke papandayan dari depok. 
Kaki gunung Papandayan
Bismillah.... Hari H pun tiba, Jam 9 Malam kita udah kumpul di basecamp di kelapa dua, Depok. Jumlah rombongan yang mau daki papandayan yaitu 14 orang. Dari basecamp, kita naik angkot 112 ke Terminal kampung rambutan dengan ongkos Rp. 6.000,-. Diterminal Kampung rambutan, ternyata banyak orang-orang yang mau daki dengan tujuan gunung yang berbeda. Sebenanya pas sampai di kampung rambutan, kita bisa langsung naik bus. cuma rombongan kita lebih memilih buat naik bus yang jam 11 malam. biar ada tempat buat naruh barang-barang kita dibagasi dan semua rombongan kita dapat tempat duduk. sempet kaget nih, karena bus yang kita tumpangi juga nerima penumpang yang berdiri. sehingga koridor bus penuh dengan penumpang dan carrier yang hampir sebagian besar pada mau daki gunung. aargh... pada kuat aja berdiri 4-5 Jam ditengah malam. ya iyalah namanya juga anak gunung. kalo mau sedikit nyaman, mending pilih bangku yang dekat jendela, karena kalo deket koridor busnya, kalian bakal kehimpit sama penumpang  yang berdiri. Oh yah ongkos dari terminal kampung rambutan ke terminal garut sebesar Rp. 55.000,- Perjalanan malam berasa gerah karena banyaknya penumpang ditambah lagi jalanan yang macet. Biasanya, saya pelor (nempel langsung molor), tapi kali ini tidurnya ayam. Pukul 5 Pagi, kami tiba di Terminal Garut. Udara dingin sudah berasa di kota ini, lalu kami mampir di masjid dekat terminal untuk sholat subuh, istirahat sebentar dan sarapan pagi.  disekitaran masjid bayak penjual makanan, tinggal pilih mau makan apa, cuma saya gak tau range harganya karena saya bawa bekal dari rumah berupa roti. disekitaran masjid juga ada toilet umum yang bersih, jadi kalo biasa mandi pagi ma bakalan aman. Dari terminal Garut ke kaki Gunung Papandayan mesti 2 kali naik transportasi. Pertama naik angkot gitu dengan ongkos 20 rb/orang. trus dilanjutin dengan mobil pick up dengan ongkos 25 rb/orang. Untuk masuk ke Kawasan gunung papandayan dikenakan biaya 5 rb/orang, nah kalo mau berkemah ditambah lagi 7 rb/orang.
Pemandangan yang aku lihat waktu berhenti di dekat kawah papandayan
Jam 10 Pagi, Kami sudah berada di kaki gunung Papandayan. Rasa dingin sudah mulai terasa. Bismillah... pendakian pun dimulai. Track pertama pendakian ini adalah bebantuan gitu, yang pertama kali dilihat adalah kawah papandayan. Oh yah... karena ini adalah pendakian pertama aku dan banyak juga anggota rombongan yang pertama kali ngedaki jadi kita banyak berhenti. Saya dan teman-teman berhenti nih di dekat kawah papandayan. bau belerang cukup menyengat dan mengeluarkan kepulan asap putih yang tebal. banyak yang foto disini.



Pemandangan di pemberhentian ke 2 dekat POS 1
Perjalanan dilanjutkan melewati batu-batuan , mesti hati-hati melangkah salah-salah kegelincir karena batu. setelah melewati track batu-batuan sampai lah pada pos 1. kata teman yang udah daki papandayan, kita udah 1/3 Jalan. disini ada beberapa warung, bisa istirahat sambil minum dan makan. tapi kita milih istirahat dibawah pohon gitu, ngadem malah sampe gelar matras dan rebahan bentar. disini lumayan lama kita istirahat.  terus mesti ngelewatin kali, ngelewatin track dengan kemiringan 45-30 derajat dengan debu yang tebal banget. Untuk sampai ke tempat kemah, Pondok saladah udah gak hitung berapa kali berhenti istirahat. Sampai pondok saladah jam 13.30. jadi waktu yang ditempuh untuk sampai ke Pondok salada kurang lebih 3,5 Jam. Sampai disana, Pemandangan yang terlihat yaitu hijau pepohonan dihiasi dengan warna-warni tenda. kita pasang tenda, bergantian sholat dan masak. jam 16.00 kita baru makan.... arghh semua berasa enak aja kalo udah lapar ditambah cuaca yang dingin. Udara di Pondok saladah dingin banget apalagi ketika angin bertiup kencang. aku langsung pake jaket tebal. Gak tau berapa derajat celcius yang pasti dingin Bangett...... semakin malam suhu udara semakin dinginnnnn. ketika menyentuh air itu seperti menyentuh es brrrrr 
hutan mati

Keesok harinya, jam 8 pagi Perjalanan dimulai lagi untuk mendaki puncak papandayan 2622 Mdpl. Gak semua anggota rombongan ikut muncak. sebagian stay di tenda buat masak biar ntar kalo kita udah turun makan siang sudah tersedia. Untuk menuju puncak papandayan, kita bakal melewati hutan mati. kenapa disebut hutan mati, karena pohon-pohon disana dicuma ada batang-batang nya yang berwarna kehitaman seperti terbakar, gak ada daunnya. Kalo aku lihat sih proses terbentuknya hutan mati ini, karena lahar yang mengalir dikawasan ini saat gunung papandayan meletus. 
setelah melewati hutan mati, kita bakal sampai di tegal alun. waktu yang kita tempuh sekitar 1 jam dari tempat kita ngecamp. Tegal alun ini merupakan padang edelwies. banyak banget pohon edelweis yang tumbuh, hamparan rumput yang menguning karena kemarau sehingga banyak banget para pendaki yang berfoto disini mengabadikan moment pendakiannya,  termasuk aku dan teman-teman.
Eksis di Tegal alun
Dikeliling bunga edelwies

mba hani di telaga alun ketika kemarau

Setelah menikmati edelweis, berfoto-foto ria. perjalanan dilanjutkan dan hanya 8 orang yang memutuskan untuk ke puncak papandayan. Rina dan 3 orang teman laki-lakinya, aku, mba hani, tia dan suaminya. dari tegal alun, kita mesti turun ngelawatin lembah yang ada aliran sungainya. setelah itu mendaki lagi dimana track pendakiannya itu memiliki kemiringan 60 s.d 80 derajat, yah kayak manjat batu-batuan dan tebing gitu. 

lembah Telaga alun
Pukul 11.30, akhirnya kita sampai di puncak papandayan 2622 Mdpl. Capek sih, tapi worth it lah dengan pemandangan yang saya lihat selama pendakian, ngelihat tegal alun dan pondok saladah dari  puncak papandayan. terlebih lagi, saya dan teman-teman liqo bisa mendaki puncak gunung papandayan walau menggunakan rok. Saya sih bangga... hehehe. Daki gunung pake rok... Bisa!!!
Di Puncak Papandayan, kita istirahat bentar sambil ngopi  dan makan agar-agar coklat yang kita masak dipuncak papandayan. setelah itu seperti biasa eksis, foto mengabadikan diri. Terus turun deh, sampai ke camp (Pondok saladah) sekitar jam 2 siang.  terus sholat zuhur dan makan siang.
Puncak Papandayan 2622 Mdpl

Habis ashar, kita mulai berkemas untuk turun gunung, bongkar tenda, bersihin sampah2. Jam 5 sore, kita memulai start turun gunung, gak lupa sampah yang kita hasilkan selama ngecamp, kita bawa turun juga. Hari mulai gelap, Untuk menerangi perjalanan ini, kita menggunakan head lamp/senter. Tapi, tetap saja penerangan itu gak cukup, mesti hati-hati ngelangkah. ada teman-teman yang kepleset beberapa kali. Waktu yang ditempuh untuk turun gunung sampai ke kaki gunung sekitar 2 jam. Di kaki gunung, kita istirahat bentar, ngopi menghangatkan tubuh dan memberikan kesempatan sama teman-teman yang mau ke kamar kecil. lalu kita bergegas menuju terminal garut. selama perjalanan menuju terminal garut, kita pada tidur. so pasti, karena perjalanan ini melelahkan. Jam 10 malam, kita sampai di terminal garut. Kita langsung menuju ke mushola di dekat terminal untuk sholat isya dan jamak akhir magrib yang saat masuk waktu magrib, kita masih diperjalanan turun gunung dan gak memungkinkan untuk sholat magrib. Tadinya habis sholat, kita langsung cari bus untuk pulang ke jakarta. sebagian teman-teman meminta waktu untuk makan karena sudah pada kelaparan. nah... jadinya kita ketinggalan bus yang jam 11 malam dan bus selanjutnya yang ke terminal kampung rambutan jam 2 pagi. Untuk pertama kalinya, ngegembel, tidur ayam di terminal nungguin bus. tapi gak cuma rombongan kita yang nungguin bus, banyak pendaki lain juga. Pas jam 2 pagi itu, terjadilah aksi rebut-rebutan kursi. alhamdulillah dapat juga rombongan kita bus. Jam 5 pagi, kita masih berada didalam bus di tol bekasi jadi kita mutusin buat sholat dikendaraan. Jam 5.30 pagi, bus sampai di pasar rebo. lalu, kita turun dan melanjutkan perjalanan pulang dengan angkot 112 ke Depok. Sampai kostan, jam 6.30. 

Capek tapi menyenangkan... Petualangan seru yang tak terlupakan.

Tujuan dari pendakian gunung ini adalah tadabbur alam. jadi walau di  Gunung, tetap sholat lima waktu tetap dikerjakan, gak boleh ditinggalin.


10 Mei 2015

Festival Ennichisai 2015

Minggu Pagi memutuskan untuk pergi ke Festival Ennichisai 2015 bareng Ika dan Tira. Festival Ennichisai merupakan festival seni dan kuliner Jepang yang diadakan didaerah Blok M, Jakarta hampir setiap tahunnya. Untuk Tahun 2015, Festival Ennichisai diadakan pada tanggal 9 -10 Mei 2015. Di Daerah Blok M itu ternyata ada kawasan pertokoan jepang, sehingga kawasan itu dikenal dengan little tokyo. Ini pertama kalinya aku datang ke festival ini. waktu kesana berasa kayak ada di Jepang.  Ada hotel bernuansa jepang dan Pertokoan yang sebagian besar menjual kuliner Jepang. Kawasan itu dihiasi dengan lampion-lampion bertuliskan hurup kanji. ada juga pohon sakura imitasi, banyak juga pengunjung yang pake kimono waktu jalan-jalan ngeliling little tokyo jadi bikin benar-benar berasa di Jepang.... hehehe. 

             
Waktu aku datang ke Festival Ennichisai 2015, rame banget pengunjungnya. Festival Ennichisai 2015 ini dibagi beberapa spot gitu. spot yang aku kelilingi ini tempatnya stand kuliner, cosplay dan traditional music gitu. ada juga spot dimana ada panggung yang menampilkan performer Jepang, yah idol grup gitu. cuma karena aku lebih senang dengan kuliner jadi deh aku keliling di spot yang ada kulinernya. Pas gue datang ke spot yang menjajaki kuliner ini mau ada persiapan parade gitu,  seperti upacara keagamaan jadi ada sebuah persembahan yang berisi buah2an yang ditandu oleh sekelompok pemuda serta diiringi dengan gong dan tabuhan khas Jepang lalu mereka mengelilingi kawasan little tokyo.  Pengunjung antusias banget buat nonton parade ini, semuanya pengen berada didepan untuk melihat parade ini jadi bikin berdesak-desakan gitu.



Tau kan kalo Jepang terkenal banget dengan cosplay nya. Nah, di Festival Ennichisai 2015 ini diadakan juga lomba cosplay gitu. Festival Ennichisai 2015 dipenuhi para cosplay, aku sih gak begitu ngikutin komik Jepang. Cuma taunya ma Sailormoon doank, kartun waktu masih kecil. Nah si Ika ini ngefans banget sama yang berbau-bau Jepang. Pas Jalan sama dia, jadi tau lah beberapa karakter cosplay gitu. jadi deh, aku juru foto buat dia, motoin dia dengan beberapa cosplay. 


Oh Yah... Namanya juga datang ke Festival art dan kuliner yah. Jadi belum sempurna kalo belum nyicipin kulinernya. Ngelihat kuliner yang dijajakin di festival ini bikin mupeng, maunya semua dibeli... hahaha. well, karena ngelihat juga isi kantong.  aku akhirnya beli makanan yang emang belum pernah dicoba, penasaran sih dengan rasanya. Gue nyobain Taiyaki. Kue berbentuk Ikan dengan isi kacang merah. Enak banget dimakan anget-anget, kalo ada teh hangat tambah nikmat tuh. Aku juga nyobain makan cumi-cumi gede yang dipanggang gitu. argh... karena aku suka makanan laut, maka rasanya oishii banget dah. Karena banyak banget stand yang jual sushi, aku jadi ngiler buat beli sushi walaupun udah sering makannya. yah... gak afdol lah kalo gak beli sushi, secara sushi kan makanan Jepang yang melegenda di dunia. Nah sebenaranya aku juga penasaran sama Yakigori, Es serut Jepang gitu yang banyak banget dijajakin di Festival ini. Apalagi pas panas-panas gitu, bikin ngiler. tapi gak jadi beli, keburu perut udah kenyang dan duit kantong mulai menepis.



Sebelum pulang, kami menyempatkan diri untuk menikmati performance seniman Jepang gitu. Paling suka sama grup yang mainin kecapi. gak tau namanya siapa, tapi aku suka banget waktu mereka ngebawain lagu bengawan solo pake kecapi. Indah banget.


hari sudah sore, kami memutuskan untuk pulang. Sebenarnya masih penasaran gimana suasana festival ini ketika malam. Besok mesti kuliah pagi. Blok M ke Depok lumayan Jauh. 

Hari melelahkan tapi juga menyenangkan...

27 Apr 2015

Bengkulu, Bekerja sambil jalan-jalan (I Love it)

Paling enak itu kerja sambil jalan-jalan. Makanya, kalo dikasih kesempatan untuk penelitian atau ada kerjaan di luar daerah, gue senang banget. gue milih ketempat yang belum pernah gue datangi atau banyak objek wisatanya. Yah... kalo pun gak bisa milih daerahnya tetap aja senang, secara gue emang suka travelling.
Kali ini gue dikasih kesempatan untuk melakukan penelitian "Implementasi Knowledge Management Pengetahuan tradisional sumber daya genetik Indonesia". Penelitian dari lab E-government, Fasilkom UI. Cari data dan wawancara narasumber terkait pengetahuan tradisional di daerah Sindang Kelingi, Rejang Lebong, Bengkulu.  Untuk sampai ke Sindang Kelingi, dari Kota Bengkulu harus menuju ke Kota Curup terlebih dahulu (Ibu kota Kabupaten Rejang Lebong), waktu yang diperlukan sekitar 3 jam.
Kalo ke kota Curup sih gue udah ketiga kalinya ini. yang pertama waktu masih kecil sekitaran SD sama mama silaturahmi ke Pak Marwan DS, mantan atasan papa waktu di Pangkal Pinang. Pak Marwan DS ini sumpah baik banget orangnya. kalo boleh dibilang punya banyak hutang budi keluarga kami ke beliau. one day, gue bakal cerita tentang beliau. Balik lagi tentang kota Curup. Penelitian gue kali ini, gue nginep di rumah saudara sahabat gue henny namanya yuk sri. Kota Curup ini dingin banget, gue gak sanggup kalo mandi pagi-pagi. Yuk Sri cerita, kalo keluarga mereka gak pernah mandi sore. Jadi, disini mereka cuma mandi sehari satu kali aja. cuma pagi aja saat mau beraktifitas. Yang udah bertahun-tahun tinggal di Curup begitu, apalagi gue yang cuma 1-2 hari yah. so, wajar kalo gak mandi. Tapi yah waktu gue datang ke Curup, kan nyampenya jam 7 malam gitu. gue mandi gitu. karena mungkin gerah yang ada berasa dingin-dingin segar gitu. tapi selanjutnya... jangan tanya, selama disana kalo malam gue pake jaket dan kaos kaki.
Ntah kenapa, gue punya keinginan dimasa tua gue tinggal di kota seperti Curup. Memiliki tanah yang luas dibelakang rumah untuk bercocok tanam. Karena cuaca Curup yang dingin, kota ini terkenal dengan penghasil sayur-sayurannya. Didepan rumah yuk sri, tanaman ubi menjalar dengan subur, gak pake pupuk dan perawatan gitu. Selain sayur-sayuran, kota Curup juga terkenal dengan penghasil Pokat dan gula aren. Jadi, biasanya kalo dari Curup dibawain oleh2nya Pokat dan gula aren.
Waktu gue mau pergi penelitian ke Sindang Kelingi. Suaminya Yuk Sri khawatir, dia cerita kalo daerah itu rawan kejahatan. Dengar hal itu gak mungkin gue balik lagi kan ke Jakarta, ditambah lagi narsum gue bilang agar gue berhati-hati ketika kesana. Gue diminta untuk konpoi dengan kendaraan lain waktu masuk kedaerah sana. ih... seremmm, tapi alhamdulillah semuanya baik-baik aja. Penelitian gue beres dan gue bisa nulis blog ini. Dari Kota Curup ke Sindang Kelingi butuh waktu sekitar satu jam naik motor. Padahal gue udah pake jaket tebal, tapi tetap aja selama perjalanan itu, gue kedinginan. tapi kadang berasa sejuk juga.
Yang menyenangkan dari perjalanan kali ini adalah setelah selesai meneliti, gue masih bisa jalan-jalan. Gue pernah ke kota Bengkulu, cuma gak sempat nikmati sunset yang bisa dilihat dari pantai panjang. Hari terakhir penelitian gue di Sindang kelingi, habis zuhur gue memutuskan untuk langsung ke Bengkulu, mengejar waktu untuk melihat matahari terbenam dari pantai panjang. Jam 4 sore gue udah di kota Bengkulu. karena jadwal pesawat gue ke Jakarta baru keesok harinya. atas rekomendasi teman, gue nginep di hotel Xtra. Lokasinya ditengah kota, murah dan bersih juga.
Sebelum gue menikmati sunset di Pantai Panjang. Gue mengunjungi Benteng Marlborough. Benteng ini dibangun oleh East India Company (EIC) tahun 1713-1719 pada masa kepemimpinan Gubernur Joseph Callet. Bangunannya masih terawat dengan baik. Atap bangunannya yang masih menggunakan genteng asli, terlihat dari cap pada genteng yang bertuliskan "Fabriek.Van.Echt". Untuk masuk ke lokasi ini, pengunjung hanya dikenakan biaya Rp.2.000,- saja. Dari atas benteng Marlborough, kita bisa melihat samudra hindia. Ternyata lebih asyik kesini sore hari, gak panas.Beda waktu pertama kali gue datang kesini saat siang hari. walaupun gue gak sampe masuk-masuk kedalam benteng karena sebagian udah tutup. Namun kali ini gue lebih menikmatinya,  duduk diatas benteng memandang ke samudra hindia yang terbentang luas, lalu   mengabadikan benteng malborough dengan kamera poket yang gue bawa. Travelling tanpa mengabadikan tempat yang kita kunjungi itu berasa ada yang hilang.  Gue juga hobby photography. cuma saat ini, baru bisa mengabadikan tempat-tempat yang gue kunjungi dengan kamera poket. Pengen banget punya kamera SLR, yah cuma belum dapat restu dari mama. Pernah waktu itu udah pengen beli, kata mama mending uangnya buat beli emas aja, investasi gitu.
Benteng Marlborough, Bengkulu
Puas menikmati dan mengabadikan Benteng Marlborough. Perjalanan gue lanjutkan ke Pantai Panjang yang gak jauh dari lokasi tersebut.  Gue pengen banget sebenarnya nyusuri pantai panjang, membiarkan kaki gue terkena ombak yang datang ke bibir pantai. cuma niat itu, gue urungi dan gue lebih memilih untuk jepret-jepret aja di Pantai Panjang. Kalo ke pantai panjang, kalian bisa coba menggunakan delman untuk menyusuri Pantai Panjang. tapi gue gak tau berapa tarif sewanya, secara gue gak nyobain. gue cuma mengabadikan delmannya saja. 
Di sepanjang pantai panjang banyak pondok-pondok kecil yang bisa digunain untuk duduk menikmati sunset. Pondoknya gratis, dengan catatan mesti memesan makanan yang dijual penyedia pondok tersebut. gue memilih pisang bakar dan es kelapa muda sebagai teman untuk menikmati sunset. Sunset di Pantai Panjang ini indah banget. Masya Allah begitu indah maha karyaNYA. gue senang banget karena bisa mengabadikan moment sunset itu dan gue puas dengan hasil jepretan gue.



Esok harinya, gue sempetin mampir ke rumah pengasingan Bung Karno. untuk dapat masuk dan melihat peninggalan bung Karno dikenakan biaya Rp. 5.000/orang. Kali ini, gue lebih menikmati untuk melihat peninggalan sejarah dimana dirumah ini ide-ide tentang kemerdekaan Indonesia lahir. Foto-foto Bung Karno, sepeda yang digunakannya. Gue juga sempet main kerumah fatmawati, cuma kata teman gue itu cuma replika. lokasi asli rumahnya bukan ditempat yang sekarang. Di Rumah fatmawati itu, gue ngelihat mesin jahit yang digunakan untuk menjahit bendera merah putih yang kini menjadi bendera kebangsaan Indonesia.





Sebelum menuju ke bandara fatmawati, gue memutuskan untuk sholat zuhur di masjid yang didesain oleh Bung Karno dan gue sempat mengabadikannya. Selain tempat wisata, gue juga menyempatkan wisata kuliner. gue nyobain makan mie pangsit, hasil rekomendasi teman gue yang lumayan sering ke Bengkulu. Dia bilang kalo ke Bengkulu, gue wajib nyobain mie pangsitnya. well... rekomendasinya gak salah, mie pangsitnya emang enak.
 
Perjalan kali ini begitu menyenangkan, semoga gue dapat kesempatan untuk mengexplore keindahan daerah Indonesia yang lainnya. Aamiin...