Puasa ramadhan 2 tahun yang lalu...
Hampir setiap
hari kalo mau ke kantor, aku lewat rumah sakit terbesar di kota Jambi
ini. melihat banner promo pemeriksaan kanker payudara dan kanker servik.
Entah kenapa akhirnya aku tergerak untuk memeriksakan diri.
Pendeteksian dini mungkin lebih baik, jika masih stadium awal akan mudah
dalam proses penyembuhan.
Dokter Widya, nama yang tertulis di name tag itu menyambutku dengan ramah. aku diminta untuk kembali satu minggu lagi untuk mengetahui hasil pemeriksaan.
Langit mulai
kemerah-merahan, ada rasa kekhawatiran yang besar yang menghinggapi
pikiranku. Terdengar suara adzan magrib, seteguk teh hangat membasahi
kerongkongan, telah hilang dahaga. sebersit doa aku panjatkan. Ya
Allah.. semoga hasilnya baik-baik saja.
Habis sahur,
menunggu subuh lalu kembali tidur. Hari minggu ini, aku mau bangun siang.
lupakan sejenak cucian yang menggunung. Baru saja aku mau memejamkan
mata, handphoneku pun berbunyi. "Dimas jkt", muncul di layar
handphone. Ngapain dia telepon aku pagi-pagi begini.
"halo... Assalamualaikum?",
"walaikumsalam", balas dimas di ujung telepon.
"Kenapa mas?, lo telepon pagi-pagi begini".
"lo lagi ngapain?"
"gue baru mo tidur lagi."
"anak gadis gak boleh habis subuh tidur lagi" , Pagi begini aku udah dapat nasehat.
"Baiklah bapak dimas, ada yang bisa saya bantu?",gaya ngomong aku berubah sok resmi gitu, kayak customer service di bank-bank.
"Begini ibu jingga...,"sejenak hening "gue pengen serius sama lo, lo mau nikah sama gue?"
Rasa kantuk seketika hilang, aku gak salah dengar, gak lagi mimpi di pagi buta.
"Apa?", tanyaku memastikan apa yang aku dengar barusan.
"Iya.. gue pengen serius sama lo, lo mau gak nikah dengan gue?"
aku belum langsung merespon jawabannya. siapa yang gak bakal kaget jika
pagi-pagi begini ada yang telepon mengajak nikah. aku bangun merubah
posisi dari tidur ke duduk.
"Dimas... lo yakin mo ngajak gue nikah. kita itu sudah lama banget gak ketemu, sudah 1,5 tahun deh"
Dimas
Raditya, pertama kali bertemu dengan lelaki berkacamata ini saat
menjalanan training di Jakarta. Walaupun satu angkatan masuk kerja, aku gak pernah bertemu dengan dia sebelumnya. Dia ditempatin di kantor pusat
di Jakarta, sedangkan aku dilempar di Jambi.
Dua minggu
training, aku jadi lumayan dekat dengan dia. secara tempat duduk kita
lebih sering disetting berdekatan oleh panitia. Jadilah dia teman
ngobrol selama di kelas saat materi yang membosankan dan bikin ngantuk.
Setelah
training selesai, kita masih menjalin komunikasi, chatting di
facebook. komen-komenan status. Jika ada kegiatan di mana pesertanya ada perwakilan kantorku, dia menitipkan oleh-oleh untukku. Sampai teman aku yang dititipin suka
bilang "kayaknya dia suka sama kamu, orangnya baik kok".
"Emang
semenjak training dulu , kita gak pernah ketemu lagi, tapi gue yakin dengan
apa yang gue sampaikan bahwa gue pengen nikahin lo. Lo mau kan nikah
sama gue?", tanya dimas
"Well... jujur gue kaget dengar pernyataan
lo. Gimana yah... bagaimana kalo kita ketemu dulu, habis lebaran gue
emang berniat ke Jakarta. ada kerjaan di kantor pusat. nah... jadi kita
bisa ngobrolin dulu. lo bisa lihat gue sekarang, yang bukan gue 1,5
tahun yang lalu. setidaknya gue menyakinin diri gue sendiri"
"
Lebaran gue ke rumah lo yah? lo gak mudik kan? gue mau nunjukin
keseriusan gue.", mata aku makin melek dengar pernyataannya yang dari
nada suaranya emang serius.
"gue gak mudik kok...", aku bingung mau ngomong apa. gue gak bisa berpikir.
"boleh gue pikirin dulu, gue gak mau menyesal dan gak mau lo menyesal", jawabku.
"hmmm... baiklah"
"Gue ngantuk nih.. udah dulu yah.", Bagaimana mungkin aku ngantuk. aku cuma mau mengakhiri pembicaraan ini.
***
Di malam lebaran, Dimas meneleponku. Dia bilang dia telah membeli tiket pesawat ke kotaku di hari kedua lebaran. Aku marah saat itu. mengapa dia tak membicarakannya dulu kepadaku sebelum membeli tiket. Aku bertanya padanya untuk apa dia datang ke rumahku. Dia bilang ingin bersilaturahmi. Namun, aku merasa ada tujuan yang lebih dari itu. Aku ingin berbohong, jika aku tak akan ada di rumah saat lebaran. Namun aku hanya diam, fikiranku tak karuan.
Aku memberitahu mama tentang maksud kedatanganku. Aku bilang ke mama untuk tak bilang ke keluarga besar. cukup orang-orang di rumah saja. Namun, ketika lebaran pertama datang. Mama memberitahu uwakku dan temannya jika ada lelaki yang akan datang ke rumah bermaksud melamar. aku marah saat itu, aku bilang dia hanya ingin bersilaturahmi saja. jangan berfikir terlalu jauh. Mama bilang ngapain datang jauh-jauh saat lebaran kalo cuma buat silaturahmi saja. Aku kesal, aku bilang ke mama seharusnya dia jangan dulu cerita ke orang-orang tentang hal ini.
Pagi di hari kedua lebaran, aku menjemputnya di Bandara bersama kakakku. ternyata dia tak datang sendiri, namun bersama saudara laki-lakinya. Argh... benar seperti yang kuduga. Setelah mengantarnya ke hotel, malam hari dia datang ke rumahku. membawa buah tangan bermacam-macam jenis kue khas kotanya. Teman dekat mama dan uwakku datang, seolah-olah mewakili keluargaku. ntah kenapa malam itu, aku merasa tak nyaman. ada sesak, aku tak bahagia sama sekali.
Kakaknya mengutarakan maksud kedatangan dia dan dimas. yah... dia ingin melamar diriku. uwakku, selaku orang yang dituakan bertanya padaku, apakah akan menerima atau bagaimana. aku menyampaikan jika aku tak bisa memberi keputusan saat ini. aku butuh berfikir. Nanti di bulan depan ketika kami ada pertemuan kantor di Jogja, aku akan memberikan Jawabannya.
Aku memberitahu mama tentang maksud kedatanganku. Aku bilang ke mama untuk tak bilang ke keluarga besar. cukup orang-orang di rumah saja. Namun, ketika lebaran pertama datang. Mama memberitahu uwakku dan temannya jika ada lelaki yang akan datang ke rumah bermaksud melamar. aku marah saat itu, aku bilang dia hanya ingin bersilaturahmi saja. jangan berfikir terlalu jauh. Mama bilang ngapain datang jauh-jauh saat lebaran kalo cuma buat silaturahmi saja. Aku kesal, aku bilang ke mama seharusnya dia jangan dulu cerita ke orang-orang tentang hal ini.
Pagi di hari kedua lebaran, aku menjemputnya di Bandara bersama kakakku. ternyata dia tak datang sendiri, namun bersama saudara laki-lakinya. Argh... benar seperti yang kuduga. Setelah mengantarnya ke hotel, malam hari dia datang ke rumahku. membawa buah tangan bermacam-macam jenis kue khas kotanya. Teman dekat mama dan uwakku datang, seolah-olah mewakili keluargaku. ntah kenapa malam itu, aku merasa tak nyaman. ada sesak, aku tak bahagia sama sekali.
Kakaknya mengutarakan maksud kedatangan dia dan dimas. yah... dia ingin melamar diriku. uwakku, selaku orang yang dituakan bertanya padaku, apakah akan menerima atau bagaimana. aku menyampaikan jika aku tak bisa memberi keputusan saat ini. aku butuh berfikir. Nanti di bulan depan ketika kami ada pertemuan kantor di Jogja, aku akan memberikan Jawabannya.
***
Satu bulan terlewati, tiba saatnya aku harus memberikan jawabanku kepada dimas. langkah kaki ke Jogja terasa berat, aku masih gamang akan keputusanku.
Dia duduk dihadapanku, aku menunduk tak berani menatapnya.
"Jadi gimana keputusannya?", tanya dimas
Aku diam sejenak"Maaf... saya tidak bisa menerima lamaran kamu".
Aku melihat raut wajah kecewa di wajahnya, dia hanya menjawab "baiklah". Namun, hal yang menyedihkan bagiku, dia tak menanyakan alasannya kenapa.
Aku pamit, meninggalkan dirinya yang masih terdiam. Langkahkah kakiku dengan berat. Rasa bersalah hadir di hatiku. Semenjak saat itu, setiap bertemu dengannya aku memilih menjauh atau menjadi pendiam. Saya berdoa, dia mendapatkan perempuan yang lebih baik karena saya dia orang yang baik.
Aku melihat raut wajah kecewa di wajahnya, dia hanya menjawab "baiklah". Namun, hal yang menyedihkan bagiku, dia tak menanyakan alasannya kenapa.
Aku pamit, meninggalkan dirinya yang masih terdiam. Langkahkah kakiku dengan berat. Rasa bersalah hadir di hatiku. Semenjak saat itu, setiap bertemu dengannya aku memilih menjauh atau menjadi pendiam. Saya berdoa, dia mendapatkan perempuan yang lebih baik karena saya dia orang yang baik.
Part 6 Confession No. 2